Istihsan, Dalil Yang Paling Jarang Di Dengar, Apalagi Dipahami.
Oleh : Ahmad Budi Ahda
Istihsan secara bahasa adalah : menganggap sesuatu baik.
sedangkan secara istilah istihsan adalah :
A. beralihnya seorang mujtahid dari dalil spesifik ke dalil umum karena ada maslahat yang lebih cocok di dalil umum ketimbang dalil spesifik
Contoh A
Imam Abu Hanifah memperbolehkan mengeluarkan zakat fitri menggunakan uang, padahal ada dalil yang lebih spesifik daripada uang yaitu "makanan pokok"
Seorang mujtahid memperbolehkan mengeluarkan zakat fitri menggunakan uang karena di dalam uang terdapat masalahat yang lebih cocok bagi para mustahiq zakat terlebih di masa sekarang yang dimana kebutuhan manusia tidak hanya seputar makanan. dalil umum yang digunakan oleh imam abu hanifah adalah maslahat.
dalam kasus ini Imam Abu Hanifah beralih dari dalil analogi (qiyas) ke dalil maslahat
---------------------------ATAU---------------------
B. beralihnya seorang mujtahid dari dalil kuat ke dalil yang kurang kuat, karena maslahat yang paling cocok justru terdapat di dalil yang kurang kuat.
Contoh B :
Dalam kasus garansi, seharusnya yang menjamin adalah pemilik penuh barang tersebut, atau pembeli, bukan penjual, maksudnya gini :
Saat kita memebli barang elektronik atau otomotif, pihak penjual memberikan jaminan atau garansi mesin sekian tahun, jika mesin atau barang elektronik rusak sebelum waktu tertentu, maka penjual akan mengganti barang yang rusak tersebut dengan barang baru.
Yang seperti ini seharusnya tidak boleh, karena barang yang sudah dibeli sudah berpindah kepemilikian kepada si pembeli, karena barang sudah milik penuh si pembeli maka tanggung jawab penuh barang tersebut ada di tangan pembeli, lha ini kok malah penjual yang memberikan jaminan?
Karena urf (adat) yang seperti itu diperbolehkan karena sudah menjadi adat di masyarakat, dari sini disebut istihsan karena urf sebenarnya bertentangan dengan definisi jual beli, namun karena di urf terdapat maslahat yang lebih cocok akhirnya diperbolehkan.
------------ATAU---------
C. beralihnya seorang mujtahid dari "analogi sempurna / qiyas jali" ke "analogi samar / qiyas khofi", karena di analogi samar terdapat kecocokan yang lebih relevan dari analogi sempurna
Contoh C: (yang ini agak mikir bacanya)
Dalam kasus wakaf tanah, yang berhak menentukan tanah tersebut diambil sebagian untuk jalan, atau untuk aliran air, adalah orang yang mewakafkan tanah tersebut, bukan yang diwakafi.
Padahal sebenarnya analogi sempurna yang berlaku pada wakaf adalah analogi jual beli, karena pada jual beli terdapat perpindahan kepemilikan secara penuh, sama persis seperti wakaf, ada perpindahan kepemilikan secara penuh.
Seharusnya jika dialanogikan dengan jual beli maka yang berhak menentukan tanah tersebut boleh dijadkan jalan atau saluran air adalah sang pembeli, karena kepemilikan tanah sudah penuh berada padanya, namun dlam kasus wakaf tanah yang menentukan boleh tidaknya dijadikan jalan atau saluran air adalah yang mewakafkan, bukan yang diwakafi,
Nah analogi yang digunakan dalam kasus ini bukan analogi jual beli, namun sewa menyewa padahal analogi sewa menyewa ini sebenarnya KURANG SESUAI jika dibandingkan dengan analogi jual beli. dalam analogi sewa menyewa tanah masih menjadi pemilik pewakaf, maka keputusan tanah tersebut dijadikan jalan atau saluran air adalah keputusan penuh ada di yang mewakafkan.
dalam kasus ini, analogi samar memiliki kecocokan yang lebih relevan dibandingkan adengan analogi sempurna, maka yang digunakan adalah analogi samar, bukan analogi sempurna. yaitu yang menentukan boleh tidaknya tanah tersebut dijadikan jalan atau saluran air adalah yang mewakafkan tanah tersebut.
Catatan :
Imam Syafiie menolak istihsan, bahkan beliau berkata "man istahsana faqod syara'a" barang siapa yang beristihsan maka dia telah membuat syariat baru, karena bagaimana mungkin hanya karena sesuatu itu dianggap baik bisa dijadikan dasar hukum agama? (secara bahasa istihsan artinya menganggap sesuatu baik)
perkataan imam syafii diatas dibantah oleh ulama hanafiyah, menurut ulama hanafiyah imam syafii salah paham terhadap konsep istihsan ulama hanafiyah, menurut ulama hanafiyah istihsan bukan menjadikan seseuatu yang baik sebagai dalil, namun beralih dari dalil yang kuat ke dalil yang samar karena di dalil samar terdapat maslahat yang lebih besar daripada dalil yang kuat. jadi istihsan menurut ulama hanafiyah ya tetap ada dalilnya, bukan sekedar dianggap baik saja.
Barakallah ustadzii
ReplyDelete